PENGANTAR PSIKOLOGI BISNIS. PBC#2
The effects of psychological capital and risk tolerance
on service workers’ internal motivation for firm
performance
and entrepreneurship
ABSTRAK
Penelitian ini meneliti
bagaimana Psikologi Capital dan Risk Tolorance dapat menginspirasi karyawan
dalam mengembangkan motivasi internal
dan kepercayaan dalam berwirausaha. Dalam penelitan ini data dikumpulkan
melalui survey terhadap 225 pekerja jasa/layanan di wilayah Seol, Korea
Selatan. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa Psikologi Capital pekerja jasa/layanan terdiri dari 2 faktor yaitu, hopeful self-efficacydan optimistic resilience. Hasil penelitian
ini mengatakan bahwa hopeful self-efficacy tidak berpengaruh signifikan
terhadap motivasi internal karyawan sedangkan optimistic resilience memiliki
pengaruh positif pada kepercayaan dalam berwirausaha. Disisi lain Risk
Tolorance tidak mempengaruhi motivasi internal karyawan. Hasil ini mengatakan bahwa karyawan yang
optimis, dengan kekuatan recuperative, cenderung
bersikap proaktif dalam pekerjaan mereka dan lebih percaya diri dalam
berwirausaha. Penelitian ini menyarankan agar perusahaan yang bergerak dibidang
jasa/layanan dapat meningkatkan kinerja organisasi dengan memperkenalkan
optimisme dan resilience. Penelitian ini memberikan pengetahuan praktis mengapa
perusahaan yang bergerak dibidang jasa/layanan harus memperhatikan optimisme
dan esilience untuk memperbaiki kinerja perusahaan dalam jangka panjang, tidak
hanya berguna bagi perusahaan tetapi juga berguna untuk ekonomi nasional secara
menyeluruh
Kata kunci : Positive
psychological capital . Entrepreneurship . Internal motivation . Serviceworkers
LATAR BELAKANG
Menurut penelitian yang dilakukan (Avey et
al. 2011) masyarakat yang memiliki pengetahuan intensif, critical resources
yang penting dalam mencapai keunggulan dalam bersaing dari sumber daya
tradisional ke sumber daya yang tak terlihat. Menurut (Ming and Zuguang 2013) ekonomi
capital tradisional, aset yang terlihat dan aset keuangan seperti pabrik dan
dana memilki kerterbatasan dalam masa depan sementara aset yang tak terlihat
menjadi lebih penting di masa depan. Menurut
(Harter et al. 2002) pengetahuan yang kolektif, keterampilan dan kerjasama
antara karyawan dengan perusahaan menjadi sumber di masa depan yang paling
penting. Dengan demikian keunggulan dalam bersaing dapat tercipta saat kemampua
SDM disesuaikan dengan strategi perusahaan
dan dilakukan sepenuhnya dalan proses bisnis.
Selama
dekade terakhir Psikologi Capital telah muncul sebagai sumber daya persaingan
dari luar konsep tradisomal (Luthans et al., 2004). Penelitian mengenai
Psikologi Capital berfokus pada sikap, perilaku, dan kinerja karyawan dari
perspektif perilaku organisasi dan manajeman SDM, yang mengabaikan niat
karyawan untuk berwirausaha. Kurangnya penelitian ini dikarenakan hubungan
antara Psikologi Capital dan kewirausahaan menghadirkan motivasi yang menarik
untuk diteliti dalam penelitian ini. Memahami pengaruh Psikologi Capital
terhadap kewirausahaan tidak hanya memberikan pengetahuan yang penting bagi
individu dan perusahaan tetapi juga bagi pemerintah. Perusahaan dapat
menggunakan motivasi internal dan kepercayaan dalam berwirausaha dalam
manajeman perusahaan dan mendapatkan keuntungan bagi organisasi serta karyawan (Wakkee
dkk., 2010).
RIVIEW LITERATURE
Psikologi
Capital adalah sebuah pendekatan untuk memahami nilai mentalitas manusia dalam
mengembangkan keunggulan dalam bersaing di luar sumber tradisioanal yang harus
dimiliki (financial capital), sesuatu yang diketahui (human capital) dan
seseorang yang menegtahui (social capital). Penelitian sebelumnya hanya
mengenai SDM yang berfokus pada aspek negatif, human-beings, dan organisasi dari
pada memahami keuntungan dari aspek yang positif. (Luthans et al. 2007).
Luthans
et al. (2004) mengemukakan empat faktor (HERO : hope,
efficacy, resilience, and optimism). Yang merupakan Psikologi Capital sebgai
sarana potensial untuk meningkatkan produktifitas organisasi, layanan pembeli,
dan kepuasan kerja karyawan.
EFFICACY
(Kepercayaan diri) : kepercayaan akan kemampuan dalam diri (Bandura 1997)
RESILIENCE
: kemampuan seseorang untuk bangkit dari keterpurukan dan bertahan dalam
lingkungan bisnis yang saat ini penuh dengan masalah (Masten 2001)
OPTIMISM : keyakinan individu dimasa depan yang lebih baik
meskipun ada kesulitan yang sedang dialami dan masalah dimasa lalu (Seligman
2002)
HIPOTESIS
H1 : Hopeful self-efficacy secara positif mempengaruhi motivasi
internal kinerja karywan.
H2 : Optimistic resilience secara positif mempengaruhi motivasi
internal kinerja karywan.
H3 : tingkat risk tolerance secara positif mempengaruhi motivasi
internal kinerja karywan.
H4 : motivasi internal untuk kinerja karywan secara postif
mempengaruhi kepercayaan dalam berwirausaha.
METODOLOGI
ALAT UKUR : kuesioner
PROSEDUR PENELITIAN : Setelah
uji coba 30 responden, beberapa item direvisi. Dengan menggunakan convenience
sampling, total 300 kuesioner dibagikan kepada responden, dimana 260
dikumpulkan. Setelah
membuang kuesioner yang tidak lengkap, 255 digunakan sebagai sampel penelitian.
Karakteristik demografi sampel disajikan pada Tabel 1.
KARAKTERISTIK
RESPONDEN :
^ setengah
jumlah dari wanita dan setengah dari jumlah pria.
^Setengah dari responden sudah menikah.
^Rata-rata usia responden 25-34 tahun.
^54,9%
baru berkerja diperusahaan.
^59,2%
bekerja kurang dari 10 tahun.
^32,2%
responden adalah Staf reguler.
^18,4%
responden adalah manager.
^16,5%
responden adalah associate senior.
^11,8%
responden adalah magang
ANALISIS REABILITAS DAN VALIDITAS
*Hasil analisis faktor eksploratori menunjukkan
reliabilitas variabel penelitian, seperti disajikan pada Tabel 2. Sebagai hasil
analisis faktor eksploratori, Hopeful self-efficacy, optimistic resilience and
risk tolerance diturunkan sebagai variabel bebas yang merupakan karakteristik
psikologis karyawan.
*Pengambilan faktor secara keseluruhan lebih besar
dari 0,6 dan nilai variabel alpha Cronbach lebih dari 0,8.
*Nilai GFI sedikit kurang dari 0,9, namun nilai CFI
secara signifikan lebih besar dari 0,9. Juga, nilai RMR dan RMSEA yang kurang
dari 0,05 dan TLI lebih besar dari 0,9
HASIL
>Hasil dari tes goodness-of-fit model penelitian
akhir disajikan pada Tabel 4. Meskipun nilai GFI dan AGFI kurang dari 0,9,
goodness-of-fit dapat diterima karena nilai chi-square / df , NFI, IFI,
dan RMSEA memenuhi kriteria (Kline 1998).
>Gambar
2 dan Tabel 5 menyajikan hasil analisis. Hopeful
self-efficacy berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi internal
karena nilai koefisienhasilnya adalah
-.116 (p = 0,468).
>optimistic resilience berpengaruh signifikan
terhadap motivasi internal dengan nilai koefisien 0,357 (p = 0,008)
>Tolerance tidak mempengaruhi motivasi internal (hasil
koefisien 0,007 (p = 0,926).
>Hasil
ini menunjukkan bahwa motivasi internal karyawan terutama terkait dengan optimistic resilience lebih mempengaruhi dari pada hopeful
confidence and risk tolerance.
>motivasi
internal secara signifikan mempengaruhi kepercayaan dalam berwirausahadengan
nilai koefisien 0,231 (p = 0,046), yang membuktikan bahwa karyawan proaktif
dengan motivasi internal tinggi lebih cenderung mencapai tingkat berwirausaha
yang tinggi. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Krueger dan Brazeal 1994;
Shapero 1981).
>Secara
keseluruhan kami menemukan optimistic resilience merupakan faktor penting dalam
meningkatkan kinerja, dan memberikan motivasi beriwirausaha. Perusahaan dalam
bidang jasa/layanan harus menerapkan dan meningkatkan optimistic resilience
untuk memperbaiki kinerja karyawan dan berdampak postif bagi karyawan dan
perusahaan.
KELEMAHAN DAN PENELITIAN YANG AKAN DATANG
Seharusnya menggunakan studi longtudinal karna
memakan waktu yang banyak untuk memperoleh hasil yang lebih signifikan dan
pengetahuan yang lebih baik
Seharusnya mempertimbangkan budaya perusahaan tempat
reponden bekerja.
REFERENSI :
Kim,
J., & Noh, Y. (2015). The effects of
psychological capital and risk tolerance on service workers’ internal
motivation for firm performance and entrepreneurship. Int Entrep Manag J, DOI
10.1007/s11365-015-0369-0.
Komentar
Posting Komentar