PENGANTAR PSIKOLOGI BISNIS. PBC#5
PSYCHOLOGY CAPITAL,
EQ, GRIT, ORGANIZATIONAL COMMITMENT,
ANGAGEMENT AND ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR.
PSYCHOLOGY
CAPITAL
Psychological Capital (Modal
Psikologi) lebih dikenal dengan istilah PsyCap, merupakan gabungan konsep human
capital (O’Leary et al, dalam Avolio & Luthans, 2005) dan social
capital (Adler & Kwon, 2002, dalam Avolio & Luthans, 2005). Konsep
PsyCap dalam level individu, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan kinerja
individu. Dalam level organisasi mendorong organisasi memperoleh keuntungan
kompetitif melalui investasi / pengembangan kinerja karyawan (Luthans, &
Avolio, 2003: Luthans et al, 2006, dalam Avolio & Luthans, 2005).
Menurut
(Avolio & Luthans, 2005). Kunci utama PsyCap antara lain: (1) didasarkan
atas paradigma psikologi positif (pentingnya semangat positif dan kekuatan /
daya juang manusia), (2) termasuk di dalamnya keadaan psikologis berdasarkan
perilaku organisasi positif, (3) melampaui human capital dan social
capital (4) melibatkan investasi dan pengembangan untuk kembali
menghasilkan peningkatan kinerja dan menghasilkan keunggulan kompetitif.
Berbagai
teori mendukung tentang Positive Behavior. Teori terbaru dicetuskan oleh
Luthans yang dikembangkan menjadi Psychological Capital (PsyCap). Dalam
buku dan artikelnya, Luthans membagi PsyCap menjadi empat sikap positif yang
disingkat dengan H.E.R.O. Hope, di mana karyawan memiliki harapan untuk
berhasil, Self-Efficacy, karyawan memiliki rasa kepercayaan diri, Resilency,
ketika dihadapkan kepada masalah karyawan memiliki ketabahan dan mampu
menghadapi permasalahan tersebut hingga mencapai sukses, Optimism,
karyawan memiliki suatu pengharapan positif tentang keberhasilan saat ini dan
masa depan (Avolio, & Luthans, 2007:3, dalam Hidayat ,et al 2009:2).
Menurut (Husnawati, 2006) sistem
yang berlaku di setiap organisasi berkepentingan terhadap kinerja yang
dihasilkan oleh karyawan. Kemampuan dalam mengelola SDM merupakan faktor untuk
mendapatkan kinerja karyawan yang baik. Tantangan terbesar karyawan dalam
organisasi adalah membuat perubahan perilaku dan beradaptasi dengan tujuan
organisasi.
Kinerja karyawan adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
kemampuannya melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan oleh atasan kepadanya. Kinerja karyawan juga dapat diartikan sebagai
suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan
perbuatan dalam situasi tertentu (Mangkunegara, 2001).
KECERDASAN EMOSI (EQ)
Kecerdasan
emosi adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi
serta menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan keterampilan sosial.
(Goleman, 1955)
Goleman
(1995) Mengatakan Ada 5 wilayah kecerdasan emosi: Mengenali emosidiri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain, dan membina
hubungan. Setiap individu dalam suatu organisasi memiliki emosi yang baik,
cenderung memiliki kemauan dan meningkatkan kualitasnya dalam bekerja (Goleman,
2000)
Goleman
(1997) mengatakan bahwa emosi berperan besar terhadap suatu tindakan bahkan dalam
pengambilan keputusan “rasional”. Kecerdasan
emosional yang tinggi akan membantu individu dalam mengatasi konflik secara tepat
dan menciptakan kondisi kerja yang menggairahkan sehingga menghasilkan prestasi
kerja yang tinggi pula. Sedangkan kecerdasan emosional yang rendah akan berdampak
buruk pada mereka, karena individu kurang dapat mengambil keputusan secara rasional
dan tidak bisa menghadapi konflik secara tepat.
GRIT
McClelland (1961) mengartikan grit sebagai dorongan
untuk menyelesaikan tujuan. (Grit also differs from need for
achievement, described by McClelland (1961) as a drive to complete manageable
goals that allow for immediate feedback on performance)
Grit adalah ketekunan (perseverance) dan semangat
(passion) untuk tujuan jangka panjang.
Dalam jurnal (2007)
(duckwoth)
4 Area Grit menurutDuckworth:
1.
Minat yang menggairahkan (Passion)
2.
Lihatkemunduran (setback sebagai prasyarat kesuksesan)
3.
Cara membuat pekerjaan menjadi bermakna
4.
Percaya bahwa setiap individu dapat berubah dan bertumbuh
ORGANIZATIONAL
COMIMTMENT
Organizational Commitment (OC) adalah
kekuatan relatif identifikasi individu dan keterlibatannya dalam suatu
organisasi (McKeena, 2000). Komitmen
organisasi dipandang sebagai loyalitas karyawan terhadap atasan mereka (Muchinsky, 2007). Peneliti menyatakan bahwa Organizational
Commitment (komitmen organisasi), seperti kepuasan
kerja, adalah sikap manusia.
Kelly dan Bredeson, 1991 mengatakan Kepuasan kerja mencerminkan respons
emosional individu terhadap tugas khusus mereka atau aspek - aspek tertentu dari
pekerjaannya. Untuk alasan ini, konsep tersebut menekankan komitmen individu dan ketaatannya terhadap
organisasi sebagai karyawan. Mereka termasuk tujuan dan nilai mereka, sementara konsep kepuasan
menekankan lingkungan di mana individu melakukan tugas pekerjaan. Karyawan yang memiliki
kepuasan tinggi cenderung lebih
berkomitmen terhadap perilaku pro - sosial (Schappe, 1998; Murphy et al., 2002).
Dimensi
Organizational Commitment menurut Meyer dan Allen (1991) :
Affective
commitment berhubungan dengan keterikatan emosional, sehingga
menimbulkan orientasi emosional terhadap organisasi. Ini adalah produk kepuasan
yang menjadi predisposisi untuk menentang kemungkinan perubahan pekerjaan. Para
karyawan ini memahami hubungan kerja mereka dengan organisasi tertentu itu
benar
The
Necessary commitment terkait dengan timbal balik yang terbentuk antara
karyawan dan organisasi. Hal ini didasarkan pada biaya yang terkait jika mereka
meninggalkan organisasi. Karyawan memahami investasi mereka dalam waktu dan
usaha dan dalam banyak hal, mereka takut kehilangan status senioritas dalam
organisasi dan manfaat atau kompensasi yang sesuai
Moral
commitment adalah kewajiban
yang dirasakan oleh karyawan untuk tetap berada dalam organisasi. Komitmen
moral dan afektif berhubungan dengan organizational citizernship.
Seorang karyawan dengan komitmen moral yang kuat memiliki keyakinan untuk
melayani organisasi dengan tingkat loyalitas tinggi. Mereka merasa bahwa inilah
kewajiban dan tugas mereka
ORGANIZATIONAL
CITIZENSHIP BEHAVIOR
Organ
(1997) Karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan
mempengeruhi orang lain untuk mengoptimalkan pekerjaannya. Organ (1988)
mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang tidak terikat dengan aturan yang telah
dibuat, tetapi diakui secara formal yang memdorong untuk efektivitas organisasi
Jex (2002) mendefinisikan organizational
citizenship sebagai perilaku yang
ditunjukkan oleh seorang karyawan yang
bukan merupakan bagian dari deskripsi pekerjaan. Ini termasuk perilaku
terbuka yang tidak dihargai secara formal oleh organisasi.
Mondy dan Noe (2005) mengatakan bahwa Karyawan harus tetap bersikap positif, memiliki loyalitas terhadap organisasi dan menunjukkan komitmen, kejujuran dan kerjasama dengan sesama. Karyawan
yang
puas dengan karya mereka akan menunjukkan perilaku yang berbeda dalam kehidupan organisasi. Hal ini menjadi inspirasi
kepuasan, komitmen dan keinginan untuk tetap bertahan
di perusahaan.
Dimensi OCB
menurut Organ 1977, 1994 :
Altruism membantu
rekan kerja atau kemauan secara sukarela membantu tugas atau masalah
spesifik yang relevan dengan tempat
kerja.
Conscientiousness mematuhi
aturan kerja , kehadiran dan tidak membuang-buang waktu.
Sportsmanship sikap sportif
dalam bekerja, menyadari perilaku berpengaruh dalam pekerjaan.
Courtesy (Sopan santun), ditandai dengan sikap
perhatian, rasa hormat dan mempertimbangkan orang
lain .
Civic Virtue mengahadiri pertemuan yang tidak wajib tapi
bersifat penting. Contohnya kegiatan amal.
ANGAGEMENT
Self Angagement
Keterlibatan diri (individu) dalam
setiap kegiatan yang bertujuan untuk tujuan hidupnya.
Work/Job
Angagement
Bagaimana karyawan melibatkan diri pada
pekerjaannya baik kognitif, afeksi dan performance. Dalam work angagement
karyawan hanya fokus pada pekerjaannya saja
Empoloyee
Angagement
Bagaimana karyawan melibatkan diri
dengan organisasinya secara totalitas. Dalam Employee Angagement karyawan tidak
hanya fokus pada pekerjaannya saja tetapi juga membantu orang lain.
The Civil
Service mengatakan bahwa angagement merupakan lebih dari sekedar puas atu tidak
nya karywan dan termotivasi atau tidaknya karyawan. Karyawan yang terlibat
memiliki rasa keterikatan terhadap pekerjaan dan organisasi mereka. Dengan
memiliki rasa keterikatan maka karyawan selalu ingin memberikan hal yang
terbaik untuk organisasinya. Dan karyawan yang memiliki engagement cenderung
berbicara atau berpendapat positif menganai organisasinya. (Civil Service,
2008)
NHS melihat bahwa angagement sebagai
ukuran bagaimana individu terhubung pada pekerjaan mereka dan mereka memiliki
rasa komitmen yang tinggi pada organisasi dan tujuan organisasinya. Individu
yang memiliki angagement sangat bersemangat dan antusias terhadap peran mereka
di suatu organisasi, mereka mencurahkan waktu dan tenaga mereka dalam
mengerjakan pekerjaan. Mereka cenderung tahan terhadap gangguan, cenderung
fokus pada suatu hal, dan selalu aktif dalam pekerjaan. (NHS National Workforce Projects, 2007)
DAFTAR
PUSTAKA
Schmitt, N., W., & Highhouse Scott. (2013). Hand Book of Psychology: Volume 12 Industrial and Organizational
Psychology. Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Spector, P., E. (2012). Industrial
and Organizational Psychology: Research & practice. Florida: John Wiley
& Sons, Inc.
Robbins, S., P., & Judge, T., A. (2013). Organizational Behavior. America: Pearson Education, Inc., publishing
as Prentice Hall .
Liwarto, I., H., &
Kurniawan, A. (2015). Hubungan PsyCap dengan Kinerja Karyawan PT. X
Bandung. Jurnal Manajemen, Vol.14,
No.2.
Smith, G.,
R., (2009). Employee Engagement A review
of current thinking. UK : Institute for Employment studies.
Komentar
Posting Komentar